Banyak orang panik sudah dan sedang berusaha meninggalkan Jepang. Tak hanya memakai kapal laut, pesawat terbang reguler, atau mencarter pesawat umum, para eksekutif pun mencarter pesawat jet pribadi.
Begitulah ekspresi reaktif orang asing yang panik dan takut terpapar radiasi nuklir menyusul ledakan beruntun di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. Terutama lagi setelah makin banyak yang dilaporkan terpapar radiasi, yakni 190 orang.
Sebanyak 2 anggota tim penyelamat Australia dan 2 dari Selandia Baru, misalnya, terkena radiasi tingkat rendah setelah helikopter mereka mendarat dekat bandara yang terkena bencana tsunami, dan belakangan terpapar radiasi nuklir.
Terminal keberangkatan internasional Bandara Narita, Tokyo, Rabu (16/3), padat oleh ribuan calon penumpang. Terdeteksi adanya paparan radiasi menunjukkan, krisis nuklir sudah di luar kendali.
”Saya telah menerbangkan 14 orang dari Tokyo ke Hongkong, dengan lama penerbangan 5 jam dan 5 menit. Mereka tidak peduli soal tarif, membayar lebih tinggi 26 persen, paling sedikit 160.000 dollar AS,” kata Jackie Wu dari Hong Kong Jet, perusahaan jet pribadi, anak perusahaan HNA Group, China.
Wu melanjutkan, ”Kemarin sebuah pesawat jet carteran dari Tokyo ke Australia dengan tarif 265.000 dollar AS atau naik sekitar 20 persen.”
Jika 1 dollar AS setara dengan Rp 9.000, itu berarti tarif carter pesawat jet tersebut berkisar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2,25 miliar. Sekali lagi, para eksekutif itu tidak peduli berapa pun tarifnya, yang penting bisa keluar dari Jepang dan bebas dari paparan radiasi nuklir itu.
Mike Walsh, CEO Asia Jet, perusahaan yang menyediakan layanan pesawat jet pribadi dan reguler, mengatakan, mereka sudah menerbangkan tiga pesawat evakuasi dari Tokyo ke Hongkong, Rabu pagi. Menjelang siang, permintaan meningkat cukup signifikan.
”Permintaan meningkat karena situasi memburuk. Makin banyak orang risau dan ingin mengungsi dari Tokyo,” kata Walsh kepada Reuters. ”Kami sekarang siap melayani lebih dari 1.000 orang yang ingin mengungsi sejak pagi,” lanjutnya.
Asia Jet memiliki lima pesawat Airbus A330 yang masing-masing dapat mengangkut hampir 300 orang.
Metrojet, perusahaan penerbangan bisnis berbasis di Hongkong, menyatakan sudah ada permintaan. Mereka menyiagakan 28 pesawat, termasuk dua Gulfstream G200, yang masing-masing berkapasitas 10 orang dengan tarif 5.900 dollar AS per jam, sudah termasuk tarif bandara dan biaya lainnya.
Mereka yang mengungsi itu umumnya pekerja dan eksekutif bank, atau perusahaan multinasional asal Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan paling jauh adalah Australia dan Amerika Serikat. Gempa, tsunami, dan terakhir adalah ancaman paparan radiasi nuklir telah mendorong banyak warga asing meninggalkan Jepang.
Krisis nuklir telah membuat penduduk Jepang panik, dan terutama lagi warga asing. Kondisi ini telah menyebabkan suasana sejumlah kota sepi, termasuk Tokyo. Penerbangan ke Tokyo telah dikurangi setelah 14 negara, termasuk Indonesia, menerapkan peringatan untuk tak melakukan perjalanan (travel ban dan travel advisory) ke Tokyo dan Jepang umumnya.
Staf dan eksekutif BNP Paribas, Standard Chartered, dan Morgan Stanley termasuk di antara sejumlah bank asing yang telah meninggalkan Jepang, Rabu. Sehari sebelumnya Asosiasi Bankir Internasional (IBA) di Tokyo, mewakili 16 bank investasi besar, menyatakan belum ada satu pun dari mereka yang tutup atau meminta pemerintahnya mengevakuasi mereka dari Tokyo.
IFR, salah satu lembaga publikasi Thomson Reuters, telah berbicara dengan 14 bankir sindikasi obligasi dan ekuitas Citigroup, JP Morgan, Deutsche Bank, Morgan Stanley, Bank of America-Merrill Lynch, dan BNP Paribas untuk mengungsi ke Hongkong, Seoul, dan Singapura dalam minggu ini. Hal itu merupakan akibat dari memburuknya dampak ledakan pada reaktor nuklir PLTN Fukushima Daiichi sekitar sepekan ini.
Beberapa bankir membandingkan situasi ini dengan saat wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) pada tahun 2003. SARS muncul di China selatan pada tahun 2002, menyapu Provinsi Guangdong dan Hongkong, sebelum menyebar luas tahun 2003. Sekitar 8.000 orang terinfeksi dan 800 orang tewas, yang mendorong gelombang profesional asing meninggalkan Hongkong.
Beberapa negara telah membatalkan atau menunda penerbangan ke Tokyo. Ada juga yang tetap terbang, tetapi menghindari rute Tokyo dan Fukushima.
Air China membatalkan beberapa penerbangan ke Tokyo dari Beijing dan Shanghai, terutama karena kurangnya kapasitas operasional di beberapa bandara (www.airchina.com.cn). China Eastern Airlines menghentikan penerbangan dari Shanghai ke Fukushima.
Penerbangan dari China ke kota-kota lain di Jepang masih berlaku. Akan ada penerbangan ekstra dari Tokyo, Kamis, untuk melayani warga China yang akan pulang menghindari paparan radiasi nuklir.
Ada negara yang tetap menerbangkan pesawat ke Jepang, tetapi tidak ke Tokyo dan Fukushima dan kota yang terpapar radiasi nuklir. Lufthansa Jerman mengalihkan penerbangan rute Tokyo ke Osaka dan Nagoya.
Krisis nuklir Jepang telah meningkatkan kekhawatiran internasional. Taiwan dan Singapura, misalnya, mendeteksi makanan impor dari Jepang.
Kepercayaan publik Jepang terhadap kemampuan pemerintahan Perdana Menteri Naoto Kan menangani krisis nuklir mulai dikritik warganya. ”Pemerintah ini tidak berguna,” kata Masako Kitajima, warga Tokyo.\
[kompas]
Begitulah ekspresi reaktif orang asing yang panik dan takut terpapar radiasi nuklir menyusul ledakan beruntun di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. Terutama lagi setelah makin banyak yang dilaporkan terpapar radiasi, yakni 190 orang.
Sebanyak 2 anggota tim penyelamat Australia dan 2 dari Selandia Baru, misalnya, terkena radiasi tingkat rendah setelah helikopter mereka mendarat dekat bandara yang terkena bencana tsunami, dan belakangan terpapar radiasi nuklir.
Terminal keberangkatan internasional Bandara Narita, Tokyo, Rabu (16/3), padat oleh ribuan calon penumpang. Terdeteksi adanya paparan radiasi menunjukkan, krisis nuklir sudah di luar kendali.
”Saya telah menerbangkan 14 orang dari Tokyo ke Hongkong, dengan lama penerbangan 5 jam dan 5 menit. Mereka tidak peduli soal tarif, membayar lebih tinggi 26 persen, paling sedikit 160.000 dollar AS,” kata Jackie Wu dari Hong Kong Jet, perusahaan jet pribadi, anak perusahaan HNA Group, China.
Wu melanjutkan, ”Kemarin sebuah pesawat jet carteran dari Tokyo ke Australia dengan tarif 265.000 dollar AS atau naik sekitar 20 persen.”
Jika 1 dollar AS setara dengan Rp 9.000, itu berarti tarif carter pesawat jet tersebut berkisar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2,25 miliar. Sekali lagi, para eksekutif itu tidak peduli berapa pun tarifnya, yang penting bisa keluar dari Jepang dan bebas dari paparan radiasi nuklir itu.
Mike Walsh, CEO Asia Jet, perusahaan yang menyediakan layanan pesawat jet pribadi dan reguler, mengatakan, mereka sudah menerbangkan tiga pesawat evakuasi dari Tokyo ke Hongkong, Rabu pagi. Menjelang siang, permintaan meningkat cukup signifikan.
”Permintaan meningkat karena situasi memburuk. Makin banyak orang risau dan ingin mengungsi dari Tokyo,” kata Walsh kepada Reuters. ”Kami sekarang siap melayani lebih dari 1.000 orang yang ingin mengungsi sejak pagi,” lanjutnya.
Asia Jet memiliki lima pesawat Airbus A330 yang masing-masing dapat mengangkut hampir 300 orang.
Metrojet, perusahaan penerbangan bisnis berbasis di Hongkong, menyatakan sudah ada permintaan. Mereka menyiagakan 28 pesawat, termasuk dua Gulfstream G200, yang masing-masing berkapasitas 10 orang dengan tarif 5.900 dollar AS per jam, sudah termasuk tarif bandara dan biaya lainnya.
Mereka yang mengungsi itu umumnya pekerja dan eksekutif bank, atau perusahaan multinasional asal Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan paling jauh adalah Australia dan Amerika Serikat. Gempa, tsunami, dan terakhir adalah ancaman paparan radiasi nuklir telah mendorong banyak warga asing meninggalkan Jepang.
Krisis nuklir telah membuat penduduk Jepang panik, dan terutama lagi warga asing. Kondisi ini telah menyebabkan suasana sejumlah kota sepi, termasuk Tokyo. Penerbangan ke Tokyo telah dikurangi setelah 14 negara, termasuk Indonesia, menerapkan peringatan untuk tak melakukan perjalanan (travel ban dan travel advisory) ke Tokyo dan Jepang umumnya.
Staf dan eksekutif BNP Paribas, Standard Chartered, dan Morgan Stanley termasuk di antara sejumlah bank asing yang telah meninggalkan Jepang, Rabu. Sehari sebelumnya Asosiasi Bankir Internasional (IBA) di Tokyo, mewakili 16 bank investasi besar, menyatakan belum ada satu pun dari mereka yang tutup atau meminta pemerintahnya mengevakuasi mereka dari Tokyo.
IFR, salah satu lembaga publikasi Thomson Reuters, telah berbicara dengan 14 bankir sindikasi obligasi dan ekuitas Citigroup, JP Morgan, Deutsche Bank, Morgan Stanley, Bank of America-Merrill Lynch, dan BNP Paribas untuk mengungsi ke Hongkong, Seoul, dan Singapura dalam minggu ini. Hal itu merupakan akibat dari memburuknya dampak ledakan pada reaktor nuklir PLTN Fukushima Daiichi sekitar sepekan ini.
Beberapa bankir membandingkan situasi ini dengan saat wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) pada tahun 2003. SARS muncul di China selatan pada tahun 2002, menyapu Provinsi Guangdong dan Hongkong, sebelum menyebar luas tahun 2003. Sekitar 8.000 orang terinfeksi dan 800 orang tewas, yang mendorong gelombang profesional asing meninggalkan Hongkong.
Beberapa negara telah membatalkan atau menunda penerbangan ke Tokyo. Ada juga yang tetap terbang, tetapi menghindari rute Tokyo dan Fukushima.
Air China membatalkan beberapa penerbangan ke Tokyo dari Beijing dan Shanghai, terutama karena kurangnya kapasitas operasional di beberapa bandara (www.airchina.com.cn). China Eastern Airlines menghentikan penerbangan dari Shanghai ke Fukushima.
Penerbangan dari China ke kota-kota lain di Jepang masih berlaku. Akan ada penerbangan ekstra dari Tokyo, Kamis, untuk melayani warga China yang akan pulang menghindari paparan radiasi nuklir.
Ada negara yang tetap menerbangkan pesawat ke Jepang, tetapi tidak ke Tokyo dan Fukushima dan kota yang terpapar radiasi nuklir. Lufthansa Jerman mengalihkan penerbangan rute Tokyo ke Osaka dan Nagoya.
Krisis nuklir Jepang telah meningkatkan kekhawatiran internasional. Taiwan dan Singapura, misalnya, mendeteksi makanan impor dari Jepang.
Kepercayaan publik Jepang terhadap kemampuan pemerintahan Perdana Menteri Naoto Kan menangani krisis nuklir mulai dikritik warganya. ”Pemerintah ini tidak berguna,” kata Masako Kitajima, warga Tokyo.\
[kompas]