Friday, February 5, 2010

Macam/Jenis & Pengertian Penyimpangan Sosial, Individual dan Kolektif


Macam/Jenis & Pengertian Penyimpangan Sosial, Individual dan Kolektif 

A. Arti Definisi / Pengertian Penyimpangan Sosial (social deviation)
1. Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sitem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
2. Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang yaitu perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi.
Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.
B. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Individual (individual deviation)
Penyimpangan individual atau personal adalah suatu perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat atau terjadinya gangguan jiwa pada seseorang.
Tingkatan bentuk penyimpangan seseorang pada norma yang berlaku :
1. Bandel atau tidak patuh dan taat perkataan orang tua untuk perbaikan diri sendiri serta tetap melakukan perbuatan yang tidak disukai orangtua dan mungkin anggota keluarga lainnya.
2. Tidak mengindahkan perkataan orang-orang disekitarnya yang memiliki wewenang seperti guru, kepala sekolah, ketua rt rw, pemuka agama, pemuka adat, dan lain sebagainya.
3. Melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku di lingkungannya.
4. Melakukan tindak kejahatan atau kerusuhan dengan tidak peduli terhadap peraturan atau norma yang berlaku secara umum dalam lingkungan bermasyarakat sehingga menimbulkan keresahan. ketidakamanan, ketidaknyamanan atau bahkan merugikan, menyakiti, dll.

Macam-macam bentuk penyimpangan indivisual :
1. Penyalahgunaan Narkoba.
2. Pelacuran.
3. Penyimpangan seksual (homo, lesbian, biseksual, pedofil, sodomi, zina, seks bebas, transeksual).
4. Tindak Kriminal / Kejahatan (perampokan, pencurian, pembunuhan, pengrusakan, pemerkosaan, dan lain sebagainya).
5. Gaya Hidup (wanita bepakaian minimalis di tempat umum, pria beranting, suka berbohong, dsb).

C. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Bersama-Sama / Kolektif (group deviation)
Penyimpangan Kolektif adalah suatu perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan serta tindak kriminalitas lainnya.
Bentuk penyimpangan sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan kelompok.
Bentuk penyimpangan kolektip :
1. Tindak Kenakalan
Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka melakukan sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat umum tindakan trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu. Contoh penyimpangan kenakalan bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan, mendirikan genk yang suka onar, mengoda dan mengganggu cewek yang melintas, corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.
2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. COntoh : tawuran anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan sebagainya.
3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan
Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam melakukan tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh korbannya. Contoh : Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, sindikat curanmor dan lain-lain.
4. Penyimpangan Budaya
Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Contoh : merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat tinggal sekitar sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab antara laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan, dsb.

Contoh Artikel perilaku menyimpang :
1. Ayam Kampus
Fenomena keberadaan ”ayam kampus” hanya diketahui terbatas ternyata belum diketahui oleh sebagian masyarakat. Namun di kalangan mahasiswa, keberadaannya sudah banyak diketahui. Bagi kalangan eksekutif, mereka sudah cukup dikenal akrab. Fenomena “ayam kampus” di Solo sesungguhnya merupakan gejala sosial yang banyak tumbuh di kota besar. Keberadaannya makin mewarnai kehidupan kota, di tengah-tengah kondisi masyarakat yang makin majemuk.Menurut Dradjat Tri Kartono, Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, fenomena “ayam kampus” merupakan sebuah bentuk perilaku seks yang menyimpang. Bentuk penyimpangan perilaku seks tersebut dibagi menjadi dua jenis.
“Sebenarnya aktivitas pelacuran tidak hanya terjadi di lingkungan kampus saja, melainkan juga terjadi di luar kampus. Namun, fenomena ‘ayam kampus’ ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan perilaku seksual seorang mahasiswa,” terangnya kepada Joglosemar.
Menurut dia, jenis penyimpangan yang pertama adalah perilaku seks yang berlebihan. Perilaku seks secara berlebihan, biasanya dialami oleh seseorang yang mempunyai kelainan seksual. Di mana seseorang tidak bisa memperoleh kepuasan seksual hanya dengan satu orang saja. Melainkan harus dilakukan dengan lebih dari satu orang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh fantasi seksual hingga tercapai kepuasan yang diinginkan.
Begitu juga dengan “ayam kampus” yang rela melakukan hal tersebut untuk mencapai kepuasan pada tingkatan yang ia inginkan. Selain kepuasan seksual, sekaligus ia juga bisa mendapatkan materi dari pasangannya sesuai dengan jumlah yang ia tentukan. Biasanya materi dapat berupa uang, handphone, barang berharga, pulsa, dan lain sebagainya.
Kemudian, jenis kedua dari perilaku seks menyimpang, lanjut Dradjat adalah pergaulan yang tidak sesuai dengan norma sosial. Jenis penyimpangan yang satu ini biasa dilakukan oleh seseorang yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Contoh nyata perilaku seks melalui pergaulan bebas antara lain, seks di luar nikah, serta seks dengan bergonta-ganti pasangan. Sehingga hal ini dilakukan sebagai bentuk penyimpangan mereka terhadap norma dan susila masyarakat yang berlaku.
Fenomena “ayam kampus” jelas dia, terjadi karena faktor perilaku seks yang berlebihan dan faktor pelanggaran norma masyarakat. Pelacuran yang dilakukan mahasiswa, karena faktor kesulitan ekonomi, hal itu lebih disebabkan lantaran tidak adanya keahlian yang menonjol untuk mendapatkan uang atau mencari pekerjaan lain. Sementara, pelacuran yang dilakukan oleh mahasiswa yang berlatar belakang ekonomi cukup, maka hal ini dilakukan karena faktor pergaulan bebas.


Contoh Kasus Penyimpangan Pemuda beserta solusinya:
Masih teringat di benak kita bahwa dalam kasus yang sering diekspose ke public oleh beberapa media massa tentang kekerasan yang dilakukan oleh pemuda yang berprofesi sebagai di STPDN di saat Orientasi Pengenalan Kampus merupakan salah satu kesalahan yang fatal di lingkungan akademisi kampus tersebut. Kenapa tidak? Mahasiswa yang harusnya menjadi agent 0f intellectual, serta agent of change perubahan negeri ini malah memberikan contoh yang tidak baik.
KEKERASAN tampaknya sudah semakin akrab dengan dunia mahasiswa kita. Selain kematian Wahyu Hidayat, mahasiswa STPDN, kekerasan juga sering terjadi dalam tawuran antarmahasiswa, baik berbeda perguruan tinggi maupun sesama mahasiswa pada perguruan tinggi yang sama.
APA yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa kita? Kriminolog dari Universitas Indonesia Erlangga Masdiana menyatakan, kekerasan dalam dunia kemahasiswaan sebenarnya tidak hanya terjadi akhir-akhir ini. Dari dulu, katanya, kekerasan hampir selalu mewarnai kegiatan perpeloncoan. Tak jarang perpeloncoan mengakibatkan mahasiswa sakit atau meninggal.
Akan tetapi, kekerasan dalam perpeloncoan itu jarang terekspos ke masyarakat luas. Sebab, pers dan aparat kepolisian waktu itu sangat sulit masuk ke kampus untuk urusan intern.
Sekarang, zaman telah berubah. Pers begitu banyak dan akses ke sumber-sumber berita begitu mudah. Dengan demikian, kejadian kecil saja di dalam kampus bisa terekspos.
Di pihak lain, masyarakat sekarang juga begitu kritis. Sesuatu yang menyimpang dari kewajaran begitu menarik perhatian. Begitu pun dengan kekerasan yang terjadi pada mahasiswa.
Masyarakat awam membayangkan mahasiswa sebagai intelektual calon pewaris bangsa mestinya mempunyai pola pikir dan pola tindak yang intelektual. Dalam menyelesaikan persoalan, tidak sewajarnya mereka menggunakan kekerasan dan kekuatan fisik. Maka, mereka sangat sulit memahami kenapa mahasiswa kita lebih senang tawuran atau bahkan menggunakan kekerasan fisik untuk yuniornya.
Seperti halnya perilaku menyimpang lainnya, kekerasan di dunia kampus sebenarnya bisa dilakukan oleh mahasiswa sebagai individu atau kelompok. Menurut Erlangga, di kampus selalu saja ada individu-individu yang mempunyai kecenderungan berperilaku menyimpang.
Dalam keseharian, individu- individu menyimpang itu mungkin tidak berpengaruh pada kelompok mahasiswa keseluruhan. Akan tetapi, jika ada kesempatan, individu-individu menyimpang itu bergabung dalam satu kelompok, meskipun jumlahnya tidak besar, perilaku mereka bisa mengganggu kehidupan kampus. Apalagi jika mereka mendapat peluang untuk "berkuasa".
Dalam perkembangannya, tawuran pelajar itu kemudian menjadi modus baru kejahatan di Jakarta maupun di kota-kota lain. Mereka naik bus dengan berpura-pura mencari lawannya, tetapi tak jarang mereka melakukan tindak kejahatan, baik terhadap penumpang maupun awak bus. Tidak jarang awak bus dipaksa terus melaju, sementara segerombolan remaja berpakaian seragam merampasi harta benda milik para penumpang.
Seperti efek domino, tawuran pelajar yang semula hanya melibatkan sebagian kecil sekolah di Jakarta kemudian meluas. Sebab, menurut Erlangga, tawuran tidak lagi antarsekolah kemudian berkembang menjadi antarbasis, yaitu pelajar yang naik bus nomor tertentu melawan pelajar lain yang naik bus dengan nomor lain. Selain itu, ada kecenderungan baru mengajak serta siswa dari sekolah lain untuk bergabung melawan siswa dari sekolah yang dianggap sebagai lawannya.
Mereka yang biasa tawuran itulah yang kini menjadi mahasiswa, baik yunior maupun seniornya. Itu masih ditambah dengan dunia pergerakan kampus yang kerap turun ke jalan atas nama reformasi yang dalam aksinya juga sering memancing kekerasan.
MENGAITKAN begitu saja kebiasaan tawuran di kalangan pelajar dengan kekerasan di lingkungan kampus-khususnya masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek)- kata Erlangga sebenarnya tidaklah mudah. Akan tetapi, bahwa mereka dibesarkan dalam subkultur delinquency (kenakalan anak-anak) itu pada akhirnya memunculkan nilai- nilai sendiri yang bisa jadi berbeda dengan norma yang ada sebelumnya. Salah satunya adalah nilai tentang kekerasan yang sebenarnya merupakan penyimpangan itu, kemudian dianggap lazim. Budaya kekerasan lalu menonjol.
Dalam jumlah, mereka yang berperilaku menyimpang sebenarnya tidak banyak. Akan tetapi, soalnya, dalam tata pergaulan, dalam suatu kelompok, nilai-nilai pribadi yang baik itu akan sangat mudah terkooptasi. Tak heran kalau kemudian seorang mahasiswa yang di rumah begitu manis perilakunya tiba- tiba berubah keras dan ganas ketika berada di dalam kelompok yang sudah terkooptasi kekerasan itu.
"Jati diri bisa hilang. Yang ada adalah identitas kelompok," kata Erlangga. Identitas kelompok itu bisa sangat terasa dalam perkelahian antarmahasiswa yang berbeda perguruan tinggi, berbeda fakultas maupun lokasi kampus, atau berbeda angkatan.
Berkaitan dengan kekerasan yang timbul sebagai ekses ospek dan sejenisnya, Erlangga melihat kenyataan bahwa kampus selalu cenderung menjadi ajang perebutan "kekuasaan" dari individu-individu di dalamnya. Tujuannya, untuk menaikkan posisi tawar dalam dinamika kehidupan kampus yang pada akhirnya juga menaikkan posisi tawarnya di masyarakat nantinya.
Ospek atau perpeloncoan adalah ajang paling mudah untuk menanamkan pengaruh dari senior ke yuniornya. Persoalannya, tidak jarang upaya menanamkan pengaruh itu dilakukan dengan cara-cara kekerasan yang tak terkontrol. Kekerasan tak terkontrol biasa terjadi jika ada yunior yang dianggap melawan atau menentang kehendaknya.
Sayangnya, budaya kekerasan yang sebenarnya menyimpang itu justru sering dianggap benar dan bahkan menjadi tradisi yang harus dipertahankan atau diwariskan kepada yuniornya. Itulah sebabnya, kekerasan dalam masa ospek seolah terus berulang.
Penyelenggaraan ospek yang dalam banyak kampus belum juga berubah dari pola lama yang tak ubahnya sebagai perpeloncoan itu pada akhirnya menyuburkan budaya kekerasan yang "secara alami" sudah biasa melingkupi para mahasiswa sejak masih SMU atau bahkan SLTP. Meski sebagian besar mahasiswa tidak terlibat dalam tawuran semasa SMU, budaya kekerasan bisa saja menjadi dominan ketika mereka sudah berbaur dalam satu kelompok atas nama senioritas.
UNTUK menghentikan tindakan kekerasan selama masa ospek yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi dilakukan, menurut Erlangga, hanya bisa dilakukan dengan cara tidak memberi peluang kepada mereka yang mempunyai perilaku menyimpang itu untuk menunjukkan "kekuasaannya".
Artinya, penyelenggaraan ospek harus menjadi tanggung jawab seluruh sivitas akademika. Materi yang diberikan kepada para yunior pun harus sesuatu yang dapat membangun kehidupan kampus sebagai institusi yang melahirkan pemikiran, konsep, dan ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Segala bentuk kegiatan yang hanya mengandalkan fisik harus dilarang dan diganti dengan kegiatan untuk memperkenalkan tradisi-tradisi ilmiah di dalam kampus. Untuk membangun hubungan lebih akrab antarsivitas akademika, diperlukan berbagai kegiatan yang sifatnya fun dan menyenangkan tanpa harus memberikan sanksi-sanksi yang hanya untuk memuaskan seniornya.
Membangun disiplin dengan cara-cara militer seperti banyak dilakukan selama ini sudah saatnya dihentikan dan diganti dengan memberikan sanksi yang mendidik kepada yunior yang melanggar aturan main yang telah disepakati sebelumnya.
Untuk itu, penyelenggaraan ospek tidak bisa lagi diserahkan begitu saja kepada mahasiswa (senior). Pemimpin universitas juga harus terlibat di dalamnya dan bertanggung jawab terhadap semua persoalan yang muncul akibat ospek.
Pemimpin universitas harus menegaskan bahwa penggunaan kekerasan fisik sungguh- sungguh dilarang. Pelanggaran terhadap larangan itu harus secara serius ditangani dengan sanksi yang keras.
Untuk keperluan pemberian sanksi tersebut, pemimpin universitas juga tidak boleh menutup diri terhadap aparat kepolisian sebagai penegak hukum. Jika ada pelanggaran yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan kriminal, pemimpin universitas harus bisa bekerja sama dengan polisi untuk menangani pelakunya.
Tidak mudah memang mengubah tradisi yang sudah bertahun-tahun eksis. Akan tetapi, upaya ke arah sana harus secara serius dilakukan lewat sosialisasi dan pendekatan kepada mahasiswa. Sebab, dalam kenyataannya, sudah banyak universitas berhasil mengembangkan ospek menjadi sebuah kegiatan yang benar-benar menunjang kehidupan kampus tanpa harus diwarnai kekerasan.
Departemen Pendidikan Nasional lewat Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) seharusnya tidak tinggal diam menyaksikan jatuhnya korban-korban kekerasan selama masa ospek. Dikti bahkan harus membuat standardisasi kegiatan ospek agar tidak lagi menyimpang. Ospek yang selama ini lebih bersifat ritual inisiasi seorang mahasiswa baru harus dirombak menjadi kegiatan yang melahirkan mahasiswa dengan pemikiran yang futuristic.

    Cara mengatasi pertambahan penduduk
1. pencanangan program KB oleh pemerintah
2. Menghimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan pernikahan dini.
3. Larangan melakukan seks bebas
4. Menggunakan alat kontrasepsi
Tomboi atau tomboy adalah sebuah sikap anak perempuan dimana anak tersebut bersifat seperti laki-laki, namun tomboy juga dapat digunakan untuk wanita dewasa.
Ciri-ciri wanita tomboy adalah:
  • Bermain permainan yang biasanya dimainkan laki-laki.
  • Lebih suka pelajaran yang dianggap sebagai dominasi laki-laki (contoh matematika)
  • Lebih suka berteman dengan laki-laki daripada dengan wanita.
  • Biasa memakai pakaian maskulin.

Orang pada umumnya memandang bahwa Tomboi adalah hal yang wajar bahkan dianggap menarik, tetapi sebaliknya, ini adalah ciri-ciri dari perilaku penyimpangan seksual yang jelas teralamati.
Kebanyakan gadis tomboy malah menjadi lesbian sewaktu beranjak dewasa, ini terbukti bahwa para gadis yang menyukai olah raga yang sebenarnya dilakukan oleh kaum pria justru menjadi penyuka sesama jenis. Meskipun genetika berpengaruh, tetapi bagaimana seseorang di didik dalam lingkungan tertentu akan berpengaruh kuat. Coba perhatikan apakah seorang anak perempuan lebih menyukai permaian yang dimainkan anak laki-laki ketimbang bermain dengan permainan anak perempuan. Penanganan sejak dini bisa dilakukan dengan penanganan psikologis untuk me'normalkan' dan memperbaiki presisi sebagaimaa layaknya perempuan.
Bahkan perilaku menyimpang ini bisa saja dimotori oleh keluarga,misalnya si ayah yang memaksa secara tidak langsung agar anak perempuannya menyukai hobi yang sebenarnya diminati kaum pria, sedikit banyaknya efek psikologis ini akan mencetak semakin kuat dalam jiwa si anak perempuan.
Perlakukan terapi dan dukungan dari keluarga dapat memperbaiki orientasi menyimpang.
Berikut kutipan artikel yang merupakan kisah nyata seorang tombol yang menjadi lesbian : 'From tomboy to ‘that lesbian soccer player’'
'Saya seorang tomboy yang menyuaki kompetisi, trekanan, komitmen, bermain sepak bola. Tetapi sebenatnya, saya menyukai sepak bola karena orang-orang tidaklah curiga dengan gadis-gadis tim sepak bola yang terlihat mencintai satu sama lain, dimana kami bisa berpelukan, mencium pipi, menangis, saling menyentuh tanpa harus di cap lesbian....
Aku berharap aku bisa menerima diriku sebagi “pemain sepak bola lesbian'.


1 comment:

  1. bener" bgt .. mksii uda bwt web ini .. bguna bgt bwt aq pkk.y mah deh .. hhe .. ^_^

    ReplyDelete